Seluruh warga yang berasal atau masih memiliki garis keturunan dari Minahasa pasti merasakan tali persaudaraan yang sangat kuat diantara sesama warga Minahasa. Tak hanya bagi mereka yang ada di kampung halaman, Sulawesi Utara. Bagi mereka yang ada di perantauan pasti juga merasakan ikatan batin sebagai Kawanua. Ikatan batin yang terangkum konkrit dalam untaian pesan “Torang Samua Basudara”. Adalah EE Mangindaan yang menggali kearifan lokal ini dan mempopulerkan kalimat pemersatu hati ini pada sebuah acara di Manado, Sulawesi Utara (Sulut). Merunut pada sejarah, Mangindaan melontarkannya untuk merespon situasi yang rawan meletuskan konflik horisontal di masyarakat menyusul banyaknya pengungsi asal Poso di daerah Sulut. Terbukti, Sulut pada era kepemimpinan EE Mangindaan yang menyerukan semboyan “Torang Samua Basudara” diakui sebagai salah satu daerah paling aman di seluruh Indonesia. Dalam perjalanan berikutnya, filosofi “Torang Samua Basudara” makin meresap ke sanubari segenap warga Minahasa. Setiap bilik kehidupan terus mengingatkan warga Minahasa untuk mempererat persaudaraan. Hidup Lape sendiri tak lain adalah perwujudan dari filosofi “Torang Samua Basudara”. Pemilik nama lengkap Everte Ernest Mangindaan ini tidak dilahirkan di bumi Sulut. Dia dilahirkan di Surakarta, Jawa Tengah, 5 Januari 1943. Purnawirawan Jenderal bintang tiga ini adalah putra seorang tokoh persepakbolaan nasional yang turut memprakarsai lahirnya Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), EA Mangindaan. Kecintaan sang ayah terhadap sepakbola turut mengalir dalam darah Lape. Bukannya membela tim sepakbola asal Sulut, dia justru unjuk keahlian olah bola bersama tim Persiraja, Banda Aceh yang jelas-jelas mayoritas beragama Islam. Lape sukses membawa tim ini menjuarai kompetisi Divisi Utama Perserikatan di tahun 1977. Kegilaannya pada sepakbola berlanjut. Pensiun menjadi pemain bola, Lape aktif sebagai pengurus sepabola diantaranya sebagai Badan Ketua Tim Nasional PSSI (1984-1987), Ketua Harian Persebaya, Surabaya (1987) serta Komda PSSI, Irian Jaya (1992-1995). Selain itu, ia juga pernah menjadi Manajer Tim Nasional PSSI dan Anggota Dewan Kehormatan PSSI. Adapun karir militer dan birokrasi EE Mangindaan di mulai setelah lulus dari SMA Katholik di Ujung Pandang, 1961. Ia masuk Akademi Militer Nasional (AMN) dan lulus pada tahun 1964. Setelah itu, ia kemudian menjabat Danton Dan/Mob/Yon IV/1 (1966-1967). Karolatsat Operasi Mabes AD (1978-1981), Kepala Staf Brigif 15/VI/Siliwangi (1981-1982). Dia berkesempatan untuk ber sekolah lagi dengan melanjutkan pendidikan militernya di Seskoad angkatan IX tahun 1983 dan di Seskogab pada tahun 1983. Tiga tahun kemudian, ia menjabat sebagai Assisten Teritorial Kasdam V/Brawijaya (1986-1987). Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Danrem 084 Kodam V/Brawijaya (1978-1988). Kemudian menjadi Wakil Assisten Operasi/Waas Ops Kepala Staf Umum TNI (1988-1989). Kemudian menyelesaikan pendidikannya di Lemhannas, 1990. Dua tahun kemudian, ia diangkat menjadi Panglima Kodam VII/Trikora (1992-1993). Karir puncaknya di militer, saat menjabat sebagai Komandan Sekolah Staff dan Komando Angkatan Darat / Dan Seskoad (1993-1995) dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal. Hingga akhirnya di masa Orde Baru, ia diangkat menjadi Gubernur Sulawesi Utara (1995-2000). Ketika ia menjabat sebagai gubernur ada dua konsep yang dirancang dan diupayakan, yaitu: tentang pembangunan wilayah yaitu Ketahanan Regional ASEAN Mewujudkan Stabilitas Asia Tenggara serta Strategi Pengembangan Nasional di Sulawesi Utara di Era Asia Pasifik. Hasilnya, saat memimpin Sulut, Lape tergolong berhasil dalam bidang keamanan. Seperti diungkap di atas, Sulut menjadi salah satu daerah teraman di Indonesia. Saat ini, E.E. Mangindaan menjabat Menteri Perhubungan RI pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Pada 13 Agustus 2014, bersama 55 tokoh lainnya, EE Mangindaan menerima Bintang Kehormatan dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyuno di Istana Negara Jakarta. Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 65/TK/Tahun 2014 Tanggal 11 Agustus 2014, Menteri Perhubungan EE Mangindaan menerima bintang Mahaputra Adipradana. Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana merupakan penghargaan untuk mereka yang berjasa besar di suatu bidang atau peristiwa tertentu yang bermanfaat bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kebesaran bangsa dan negara. Bintang Mahaputra Adipradana merupakan Tanda Kehormatan tertinggi setelah Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia. hid
Be the first to leave a comment