Tompaso, kawanuaplus.com – Meski telah banyak keluarga Kawanua berkumpul di media sosial online seperti facebook dan kawan-kawannya, namun tak menyilaukan kenyataan sebagian warga untuk memberi sumbangsih secara nyata. Ide-ide kreatif mereka telah diwujudkan.
Diantara buah kreatifitas itu adalah adanya Museum Budaya Sulawesi Utara di Kabupaten Tompaso, Sulawesi Utara. Museum yang dirintis oleh Ketua Kerukunan Keluarga Kawanua (KKK) Benny Mamoto itu menyimpan harta karun bumi Minahasa. Di museum ini tersimpan alat musik tradisional kolintang, terompet, hingga gitar yang berusia ratusan tahun.
Ada terompet raksasa yang sengaja diciptakan untuk menjadi ikon museum ini. Terompet raksasa ini telah memikat lembaga pencatat rekor dunia, World Book Record sebagai terompet berukuran sangat besar dan bisa menghasilkan suara dengan meniupnya. Saking besarnya seorang pengunjung museum sempat berseloroh: “Berarti orang Sulawesi Utara menjadi manusia pertama yang tahu kapan kiamat terjadi. Sebab sangkakalanya ada di sini [di Tompaso, Sulawesi Utara],” ujarnya.
Di museum ini, ada pula jejak peradaban mobilitas warga Minahasa di masa silam: perahu, sepeda, dan kereta kuda. Selain itu kreatifitas warga Minahasa berupa kain songket dihadirkan di museum ini tak hanya dalam bentuk lembaran-lembaran kain, tapi juga ditampilkan alat tenun tradisionalnya. Pengunjung museum bisa langsung menyaksikan dan bisa juga mencoba belajar menenun mulai dari bentuk pintalan benang hingga menjadi lembaran-lembaran kain. Pengrajin kain tenun yang sudah berusia lanjut siap menjadi guru buat pengunjung.
“Pendekatan budaya merupakan alat komunikasi paling efektif untuk menggalang persatuan warga untuk bersedia menjaga keamanan sekaligus memajukan daerah ini,” cetus Benny.
Dia sangat berharap kerukunan antar warga Kawanua baik yang dijalin di kampung halaman, di perantauan, ataupun di internet terus terjaga dan semakin memperkuat kelestarian budaya Minahasa.
“Kami mendirikan museum ini agar kerukunan warga Kawanua terus terjaga. Selain tentu saja, budaya Minahasa terus lestari,” ujar Benny.
Secara rutin, yayasan tersebut juga menggelar kegiatan budaya di situs Batu Pinawetengan. “Kami berjuang agar budaya Minahasa terus lestari sebab pendekatan budaya merupakan jembatan komunikasi yang paling efektif untuk menyelesaikan semua persoalan sosial yang ada di masyarakat. Jauh lebih efektif daripada pendekatan politik dan represi,” tutur Benny.
Benny tak hanya berteori. Tapi dia telah membuktikannya. Beberapa kali dia menjabat Kepala Kepolisian di berbagai daerah, dia selalu melakukan pendekatan budaya kepada masyarakat setempat.
“Hasilnya, kami dari pihak kepolisian selalu mendapat laporan lebih dulu dari masyarakat ketika akan terjadi suatu gejolak ketertiban dan keamanan di daerah itu. Dengan pendekatan budaya, kerja polisi jadi banyak dibantu oleh masyarakat,” imbuh Benny mengenang masa-masa dia masih bertugas sebagai polisi. wan
Be the first to leave a comment